Temuan Komisi IX, BLK NTT Tidak Dimanfaatkan Maksimal
Komisi IX DPR sangat menyayangkan Balai Latihan Kerja (BLK) Kupang tidak dimanfaatkan dengan maksimal untuk melatih dan meningkatkan kemampuan Sumber Daya Masyarakat. Mereka menemukan peralatan las maupun pertukangan yang dimiliki melalui dana APBN maupun APBD,tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Temuan tersebut, saat Komisi IX DPR yang membidangi Tenaga Kerja mendatangi BLK
Kupang, dalam rangka Kunjungan Kerja untuk melakukan fungsi pengawasan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dipimpin Charles Maesang (F-PG) Selasa (3/11), Kupang.
Melihat realitas yang ada tersebut, Anggota Komisi IX Karolin Margret Natasa menyatakan perlu adanya evaluasi terhadap BLK dan manfaat adanya BLK. Karena menurutnya banyak BLK diberbagai daerah terlantar dan kurang bermanfaat. “Kita harus evaluasi bermanfaat atau tidak BLK dengan sistem yang sudah ada sekarang, lalu dibuat simulasi, dibandingkan biaya operasional dengan tenaga terampil yang dipersiapkan untuk dapat bersaing dalam dunia kerja,” jelasnya.
Dengan dilakukannya evaluasi tersebut maka akan terlihat mengenai ketersesuaian biaya operasional yang telah dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh. “Mempergunakan dana puluhan milyar tapi tenaga kerja terampil yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Berarti hal tersebut tidak efektif dan tidak efisien. coba di evaluasi,” tegas Karolin.
Politisi wanita dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengutip pernyatakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar yang berbicara mengenai revitalisasi BLK dan pemberdayaan BLK, tapi menurutnya sampai saat ini Karolin belum melihat ke arah mana dia (Kemenakertrans) mau membawa BLK ini.
Dia meminta kepada Kemenaker agar menghentikan BLK baru, dan kemudian melakukan
evaluasi terhadap BLK yang ada, dan hasilnya akan dikaji antara DPR dan Pemerintah untuk menentukan strategi dan kebijakan yang akan dikembangkan terkait dengan penyiapan dan pengembangan kemampuan tenaga kerja Indonesia. “Agar ini menjadi evaluasi yang menyeluruh terhadap BLK,” katanya.
Karoline menegaskan BLK sekarang adalah bersifat pasif, sehingga setelah dilakukan evaluasi diharapkan ditemukan kebijakan terhadap BLK sehingga dapat bermanfaat untuk masyarakat.
Kritikan bagi BLK juga ditegaskan Zulmiar Yanri yang juga kecewa dengan kondisi yang ditemuinya, menurutnya Pengembangan dan pemanfaatan BLK diperlukan kreativitas. “BLK dapat bekerjasama dengan perusahaan atau swasta, atau dapat dalam bentuk pelatihan pembantu rumah tangga atau bekerjasama perusahan PJTKI,” katanya.
Dengan adanya kreativitas, BLK dapat mencapai tujuan visi dan misinya, sehingga dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat untuk memperoleh peningkatan kemampuan SDM dalam menghadapi daya saing dunia kerja. (as)